Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, M. Zulficar Mochtar menjadi pembicara pada ‘Diskusi Online Zoom’ Dampak dan Pencegahan Covid-19 pada Nelayan dna Pekerja Perikanan’ yang digelar SAFE Seas bekerjasama DJPT-KKP, DFW Indonesia, Yayasan Plan Internasional Indonesia, Iskindo, dan FAO-ISLME Project, (15/04/2020).
SAFE Seas adalah proyek yang sedang dijalankan oleh Yayasan Plan International Indonesia (YPII) dan DFW Indonesia berkaitan pengurangan praktik kerja paksa dan human trafficking di sektor perikanan baik awak kapal dalam negeri maupun luar negeri.
Selain Zulficar, hadir pula Nono Sumarsono, Direktur SAFE Seas Project, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Utara, Tienneke Adam dan Dr Muhammad Lukman, National Project Officer, FAO-ISLME Project.
Pada acara ini, Ketua Harian Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO) sekaligus Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch, Moh Abdi Suhufan menjadi moderator serta dihadiri total 123 orang peserta bergantian meski maksimum peserta untuk Zoom meeting adalah 100 orang.
Zulficar memaparkan status dan kondisi perikanan tangkap Indonesia dan global selama wabah Covid-19 seperti adanya oversupply ikan di pelabuhan dimana hasil tangkapan ikan tidak terserap. Dia juga menyebut bahwa pasar ikan atau unit pengolahan tidak beroperasi, cold storage overcapacity, harga ikan rendah, nelayan rugi dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar hingga nelayan tidak mampu melaut kembali.
“Meski demikian, ikan ada, produksi ada. Yang belum ada adalah mekanisme atau sistem yang bisa mengantisipasi, yang menghantar ke konsumen,” katanya.
Karena itu, pihaknya mengagendakan beberapa stimulus seperti bantuan moda distribusi ikan, pembukaan cargo flight untuk ekspor, fasilitasi pemasaran ikan secara online, pemberian ikan secara masif oleh BUMN/BUMD, bantuan perbekalan atau operasional nelayan, relaksasi pembayaran kredit nelayan hingga akses permodalan.
“Banyak ikan ditangkap tapi kenapa dibuang? Ini harusnya bisa dibawa ke coldstorage,” ucapnya. “Perlu perencanaan yang baik saat kita melaut, berapa es, berapa kemampuan kita jangan sampai banyak ikan semua ditangkap padahal kemampuan es terbatas. Jadi perlu pula rasionalisasi.”
Zulficar mengakui memang ada kendala di angkutan tetapi dia juga menyebut bahwa baru-baru ini justru ada permintaan izin sekitar 700 kapal. “Jadi ini ada semangat melaut juga meski dikeluhkan juga kalau jumlah AKP juga berkurang,” imbuhnya.
“Meski demikian kami tetap mendukung adanya protokol untuk AKP agar terhindar dari masalah kesehatan dan ada perlindungan,” katanya. Zulficar menyebut bahwa untuk menjamin ketersedian ikan atau pangan, maka dibutuhkan model resi gudang.
Dr Muhammad Lukman menyebut bahwa selain menghadirkan adanya mekanisme distribusi ke konsumen, ikan atau bahan pangan tersebut harus aman. “Kita perlu yakinkan costumer bahwa ikan itu aman. Kita perlu ada instrumen agar itu sampai dengan aman karena Covid-19 ini human to human. Kita perlu perbanyak sosialisasi, kampanye yang intensif,” tegasnya.
“Kita perlu memastikan bahwa proses rantai dingin tidak terkontaminasi, perlu semacam lembaga yang menjamin keamanan pangan, menjaga mesin rantai pangan,” katanya.
Menurut Lukman, secara global Indonesia adalah lumbung perikanan dan memberi manfaat bagi dunia. “Kita bisa menjamin keamanan pangan dunia. FAO mendorong Pemerintah di dunia untuk bersama menjamin adanya food chain, yang bisa berkolaborasi, mendistribusikan dan memastikan keamanan logistik,” sebutnya.
“Negara-negara bisa membuka border restriction untuk menjamin perikanan yang safe,” imbuh National Project Officer ISLME Project ini.
Menurutnya, hal pertama yang perlu dipastikan adalah adanya kepastian supply chain, kedua, distribusi. “Distribusi ini berdimensi global, tantangan global oleh karena itu ada sebuah dorongan atau komitmen regional untuk menjaga supply chain ini,” katanya.
“Perlu kesepakatan di tingkat negara. Kalau ke depan semakin baik maka di Indonesia, produksi cukup stabil ini peluang Indonesia untuk menjadi penyedia ‘food supply,” ucapnya.
Lukman menyebut bahwa organisasi pangan dunia FAO menyebut akan ada momen dimana permintaan pangan akan cukup signifikan. “Saat ini demand berkurang pada suatu titik butuh pangan dalam jumlah besar. Ini peluang bagi Indonesia. Bukan hanya untuk pasar Indonesia tapi internasional.”
Nono Sumarsono dari SAFE Seas mengapresiasi diskusi Zoom ini dan menyebut sebagai momentum untuk memberikan perlindungan dan jaminan kesehatan bagi AKP dan nelayan.
“Produk-produk perikanan kita memang harus sesuai standar labour, bagian dari standar internasional sehingga perlu memanfaatkan protokol kesehatan dan perlindungan,” kata Nono.
“Saya berharap ada inspeksi di atas kapal supaya benar-benar dijalankan secara multi disiplin, untuk masuk ke standar pencegahan Covid-19 di atas kapal ikan termasuk perlunya jamian akses social security benefit bagi nelayan adan awak kapal perikanan,” imbuhnya.
Sementara itu, Kadis Kelautan dan Perikanan Sulawesi Utara, Tienneke Adam menyebut bahwa pihaknya sudah bersurat ke BPJS termasuk Jasindo agar ada dukungan bagi nelayan di Sulut.
“Test kesehatan di pelabuhan perikanan ada kendala, kami sudah bersurat ke pihak asuransi, ke Jasindo, ke BPJS agar ada buat nelayan kita. Terkait Covid-19 dan nelayan, kami melihat bahwa yang belum menunjukkan gelaja tidak diperiksa rapid test. Kami sarankan agar ada dukungan langsung ke nelayan,” kata Tienneke.
Rekomendasi diskusi
Pertama, Pemerintah menjamin pasokan perikanan nasional masih stabil produksi. Pemerintah melihat bahwa produksi perikanan masih terjaga. Persoalannya adalah harga ikan yang turun dan belum adanya mekanisme atau ‘penghubung’ yang bisa memanfaatkan platform usaha yang efektif dan menjangkau konsumen dengan aman.
Kedua, nelayan dan AKP adalah pihak yang sangat rentan saat mewabahnya Covid-19 ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ketiga, Pemerintah melalui KKP telah mempunyai skema setidaknya pada dua bidang yaitu perikanan tangkap dan pengolahan untuk menyiapkan dukungan bagi yang terpapar Covid-19 ini. Skema stimulus perikanan ini mesti dipastikan terdeliver dengan baik ke stakeholders.
Keempat, social security dan jaminan ketersediaan pangan Pemerintah seharusnya dapat pula diakses oleh nelayan dan Awak Kapal Perikanan. Untuk itu dukungan konkret Pemerintah Pusat dan Daerah untuk memudahkan proses ini harus muncul.
Kelima, kondisi status pandemi Covid-19 bisa menjadi peluang bagi sektor perikanan Indonesia untuk memainkan peranannya. Yang bisa dijalankan segera adalah menjaga agar produksi tetap ada, distribusi ditopang oleh ketersediaan rantai pasok dan adanya mekanisme delivery bahan pangan ikan sampai di pasar dengan aman dan sehat.