Denpasar, 8 September 2025 — Tim Advokasi Perlindungan Pekerja Perikanan (TANGKAP) melakukan pendampingan pada 21 orang awak kapal perikanan (AKP) KM Awindo 2A yang mengalami penyekapan diatas kapal di Pelabuhan Benoa, Bali. Pendampingan ini dilakukan sebagai tindak lanjut adanya aduan yang telah diterima sebelumnya oleh Polda Bali pada 13 Agustus 2025 terkait perekrutan AKP ilegal di sekitar Pelabuhan Benoa.
Korban yang berusia 18-47 tahun direkrut melalui media sosial Facebook oleh calo dari Depok, Lampung, Surabaya, Jakarta, Pandeglang, Tangerang, Bandung, Bogor, Brebes, Madiun, Temanggung, Boyolali, Cirebon, dan Cilacap. Mereka direkrut sebagian untuk bekerja jadi AKP. Mereka yang dijanjikan untuk bekerja sebagai AKP, diiming-imingi gaji antara 3-3,5 juta/bulan, kasbon 5-6 juta, serta fasilitas-fasilitas penunjang lainnya dan tanpa potongan apapun. Sebagian korban mengalami penipuan berkaitan dengan posisi kerja: beberapa dijanjikan bekerja di Unit Pengolahan Ikan (UPI) untuk bagian pengemasan, beberapa dijanjikan bekerja di kapal penampung (collecting), dan beberapa tidak diberikan informasi berkaitan tempat kerja. Korban-korban tersebut ditempatkan di kapal cumi yang akan diberangkatkan dari Pelabuhan Benoa dengan gaji hanya 35 ribu rupiah per hari atau Rp1.050.000 per bulan. Korban yang menyepakati tawaran kerja tersebut kemudian diangkut oleh calo ke sebuah tempat penampungan di Pekalongan, Jawa Tengah, sebelum kemudian diberangkatkan ke Pelabuhan Benoa, Bali untuk menangkap cumi.
Setibanya di Bali, mereka ditempatkan di KM Awindo 2A tanpa diberikan akses ke daratan. Selama di atas kapal, mereka diminta untuk melakukan berbagai pekerjaan kapal tanpa fasilitas pelindung apapun. Mereka juga tidak mendapatkan konsumsi yang layak serta dibebankan hutang kepada calo yang disebut sebagai biaya lepas tali sebesar Rp2.500.000 dan mengalami penahanan KTP serta telepon genggam. Ketika di atas kapal, mereka didatangi oleh oknum Polairud dan calo yang mendata dan memfoto para korban satu persatu. Dua hari kemudian, oknum Polairud dan calo datang kembali ke kapal untuk membagikan Perjanjian Kerja Laut (PKL) untuk bisa diisi sesegera mungkin tanpa diberikan kesempatan untuk bisa membaca PKL tersebut.
Sebagaimana kondisi tersebut, Tim Advokasi Perlindungan Pekerja Perikanan (TANGKAP) bekerjasama dengan Polda Bali untuk bisa mengusut adanya dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dalam kasus ini. Dugaan ini muncul karena adanya kejadian-kejadian yang dialami oleh korban dan telah memenuhi unsur-unsur TPPO. Disampaikan oleh Siti Wahyatun, Kuasa Hukum Korban dari TANGKAP menyampaikan bahwa salah satu korban bahkan sulit untuk bisa mendapatkan pengobatan ketika mengalami cedera diatas kapal. “Salah satu korban perlu waktu, bahkan memohon-mohon kepada pemilik kapal untuk bisa mendapatkan pengobatan ke darat, mengingat posisi kapal sangat jauh dari darat dan perlu sampan untuk bisa tiba di daratan,” ujarnya.
Disisi lain, dari salinan PKL yang diterima oleh tim advokasi, secara tertulis gaji yang seharusnya diberikan pada AKP telah memenuhi UMR Bali. Namun berdasarkan keterangan korban, mereka dijanjikan oleh calo hanya digaji Rp35.000 per hari. “Gaji ini berbeda dengan apa yang dituliskan di PKL. Bahkan, para AKP juga tidak mendapatkan konsumsi yang layak. Mereka hanya makan dua kali sehari dengan nasi dan lauk 6 bungkus mie sayur yang harus dibagi dengan 30 AKP lainnya,” ujar I Gede Andi Winaba, Kuasa Hukum Korban dari TANGKAP.
Adapun 21 korban saat ini laporannya telah resmi diterima oleh SPKT Polda Bali pada 23 Agustus 2025 melalui Surat Tanda Terima Laporan Nomor: STTLP/591/VIII/2025/SPKT/POLDA BALI. Untuk itu, TANGKAP mendesak Negara untuk:
- Melakukan penyelidikan dan penegakan hukum secara menyeluruh terhadap seluruh aktor yang diduga terlibat, baik pihak agen/calo, pihak perusahaan, maupun oknum aparat kepolisian (Polairud) Bali.
- Memastikan terpenuhinya akses bantuan hukum, perlindungan saksi dan korban, serta layanan psikososial bagi seluruh korban sebagai bentuk jaminan hak atas keadilan dan perlindungan.
- Menjamin pemulihan yang menyeluruh bagi para korban, yang meliputi rehabilitasi, restitusi, kompensasi, dan reintegrasi sosial-ekonomi.
- Memperkuat mekanisme pengawasan dalam perekrutan tenaga kerja sektor perikanan baik di tingkat nasional maupun daerah guna mencegah berulangnya praktik TPPO.
- Meningkatkan akuntabilitas aparat penegak hukum melalui penerapan mekanisme etik dan pidana terhadap oknum yang terbukti melakukan pelanggaran.
- Menerapkan pertanggungjawaban pidana korporasi terhadap PT Awindo International sebagai korporasi yang diduga terlibat dalam praktik TPPO.
- Segera menyusun dan menetapkan regulasi daerah yang secara khusus mengatur perlindungan pekerja perikanan, untuk mengharmonisasi dan menutup celah tumpang tindih regulasi di tingkat nasional.
One Response
Kasus 21 AKP di Pelabuhan Benoa ini menunjukkan masih lemahnya pengawasan perekrutan pekerja perikanan. Menurut Anda, langkah apa yang paling mendesak untuk memastikan perlindungan pekerja perikanan agar kasus serupa tidak terulang lagi?