Dobo, Kepulauan Aru, 11 Agustus 2025 — Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia melalui program National Fishers Center (NFC) Indonesia, menyelenggarakan Forum Diskusi Terarah di Aula Hotel Apex, Dobo. Forum tersebut menjadi ruang dialog lintas sektor untuk memperkuat perlindungan dan kesejahteraan pekerja di sektor perikanan dan kelautan Kepulauan Aru. Sebagai ruang dialog lintas sektor, forum ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan di Dobo, antara lain Fajar Muarifin P, Direktur PT Laut Timur Utama, Boy Darakay, Kepala Bidang Hubungan Industrial Syarat Kerja dan Jamsostek Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Kepulauan Aru, Reynaldo Hiariej, Kepala Pelabuhan Perikanan Pantai Dobo, George Jaftoran, perwakilan BPJS Ketenagakerjaan Kepulauan Aru, dan Ari Jerfatin, Regional Field Facilitator DFW Indonesia. Kepulauan Aru termasuk dalam Wilayah Pengelolaan Perairan (WPP) 718. Di dalam wilayah tersebut, Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara akumulatif mencapai Rp. 20 triliun per tahun.
Reynaldo mengatakan, proses pengupahan bagi Anak Buah Kapal (ABK) tidak mengacu pada standar Upah Minimum Provinsi (UMP). Ia menyebutkan bahwa standar pengupahan yang dilakukan menggunakan skema bagi hasil antara pemilik kapal dan ABK. Skema bagi hasil di Dobo, menurut Reynaldo bagi pekerja kapal mendapatkan 45% dan 55% bagi pemilik kapal. Lanjut Reynaldo, dalam skema pengupahan kapal penangkap cumi, ABK dibayar dengan harga standar Rp900.000 per bulan. Upah tersebut kemudian ditambahkan dengan hasil tangkapan yang dihargai Rp9.000 per kilogram. “Pengupahan ABK bergantung pada pendapatan dari proses operasi di laut,” ungkapnya.
Menambahkan Reynaldo, Boy menyatakan perlunya aturan perlindungan bagi pekerja lokal serta pembentukan dewan pengupahan. Menurutnya, kedua hal tersebut merupakan jaminan agar pekerja perikanan dapat menaikkan taraf hidup menjadi sejahtera. Selain pengupahan, Boy juga menyebutkan tantangan terhadap upaya perlindungan pekerja perikanan adalah regulasi yang kaku. “Ketidakmampuan regulasi untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan lanskap industri dan model bisnis menjadi kendala bagi Dinas di tingkat kabupaten,” terang Boy.
Menanggapi pemaparan di atas, Sonny Djonler, Staf Khusus DPRD Kabupaten Kepulauan Aru menyatakan keharusan partisipasi dari masyarakat. Baginya, partisipasi merupakan salah satu usaha yang bisa dilakukan oleh masyarakat untuk ikut dalam menyusun kebijakan perlindungan pekerja perikanan. “Kalau apatis jadi kebiasaan, kita jalan di tempat. Kalau ada partisipasi, pasti ada kemajuan,” ujar Sonny.
Selain itu, pembentukan serikat pekerja juga dianggap penting untuk bisa menjamin kesejahteraan para pekerja perikanan. Bagi Ari, selain terdapat keharusan pemerintah daerah untuk lebih proaktif terhadap isu pekerja perikanan, keberadaan serikat pekerja perikanan merupakan wadah bagi pekerja untuk memiliki harapan memperbaiki taraf hidup para pekerja. “Dengan polemik yang ada terkait pekerja di Kepulauan Aru, khususnya di Dobo, maka saya kira pembentukan serikat pekerja atau serikat buruh di perusahaan-perusahaan yang telah ada sangat penting, agar semakin terjamin kesejahteraan pekerja serta pekerja memiliki harapan untuk memperbaiki taraf hidupnya,” terang Ari.
Menutup forum diskusi terarah, seluruh peserta menyepakati Nota Kesepakatan Bersama yang memuat komitmen kolektif untuk memperjuangkan kesejahteraan pekerja sektor kelautan dan perikanan di Aru. Poin-poin utama meliputi: pengakuan terhadap keragaman bentuk kerja, dorongan terhadap regulasi daerah yang menjamin perlindungan kerja, upah layak, dan akses jaminan sosial, penguatan sistem pengawasan dan pelaporan berbasis komunitas, ajakan kepada perusahaan untuk menerapkan prinsip bisnis dan HAM serta membangun komunikasi terbuka dengan masyarakat, komitmen membangun ruang dialog dan advokasi berkelanjutan, dan integrasi nilai budaya dan kearifan lokal dalam sistem kerja yang adil dan berkelanjutan.
Kesepakatan tersebut ditandatangani oleh perwakilan pemerintah daerah, perusahaan perikanan, tokoh adat, organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan komunitas pekerja sebagai bentuk kepedulian terhadap sistem ketenagakerjaan yang harus dibenahi secara serius.
Baca juga: Pekerja Perikanan Aru: Hidup dalam Bayang-Bayang Ketidakpastian