Menengok Situasi Perikanan Bali Hari Ini

Benoa, 4 Juli 2025 – Pelabuhan Perikanan (PP) Benoa merupakan salah satu pusat pendaratan, pengolahan industri, distribusi dan ekspor hasil perikanan tangkap kedua terbesar di Indonesia. Komoditas utama yang dihasilkan antara lain: tuna, tongkol, dan cakalang. Aktivitas ini juga menjadi sumber pemasukan bagi negara dan mendorong pertumbuhan ekonomi Bali melalui pajak, retribusi, penerimaan negara bukan pajak, dan penciptaan lapangan kerja. Meski begitu, pekerja perikanan hingga hari ini masih belum terlindungi baik secara keamanan maupun kesejahteraannya. 

Dalam beberapa tahun terakhir, nilai ekspor ikan Indonesia ke Eropa dan Amerika cenderung meningkat. Hal ini tentunya perlu diimbangi dengan komitmen pelaku usaha untuk terus melakukan perbaikan kondisi kerja bagi para pekerja perikanan, disamping komitmen untuk memastikan ketelusuran produk perikanan yang dihasilkan. Salah satu bentuk komitmen tersebut yaitu pemenuhan terhadap indikator tambahan dalam penilaian Fishery Improvement Project (FIP) khususnya terkait aspek sosial yang berkaitan dengan kondisi sosial pekerja, HAM pekerja dan norma ketenagakerjaan bagi pekerja perikanan.

Untuk itu, DFW Indonesia bersama dengan Kesatuan Pelaut dan Pekerja Perikanan Indonesia (KP3I) Bali telah menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tajuk “Perikanan Bali: Produk Berkualitas, Pekerja Terlindungi”. FGD tersebut dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan di Bali. Kegiatan tersebut diinisiasi untuk mengidentifikasi peluang dan tantangan, memperkuat komitmen, serta menciptakan sinergi antara berbagai pihak memperkuat terwujudnya peningkatan produk perikanan yang berkelanjutan dan berkeadilan.

Dalam diskusi yang dilaksanakan, Richi Ricardo, Kepala Bidang Penangkapan Tuna Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI), menyampaikan bahwa budidaya perikanan saat ini mulai menjadi tren baru dalam bisnis sektor perikanan Indonesia. 

“Selain perikanan tangkap, budidaya perikanan juga dapat menjadi salah satu pilihan bisnis yang prospek untuk meningkatkan pendapatan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja baru. ATLI  berfokus dalam menjaga kualitas mutu ikan sesuai standar yang diminta buyer,” ungkap Ricardo. 

Meski demikian, selain memperhatikan kualitas produksi perikanan, penting untuk bisa memperhatikan kesejahteraan pekerja perikanan. KP3I seringkali menemukan adanya permainan pemberian upah kepada Awak Kapal Perikanan (AKP) yang dilakukan oleh staf lapangan yang tidak diketahui oleh pemilik perusahaan. Hal tersebut yang membuat KP3I berfokus untuk mewujudkan perlindungan kepada AKP dengan berkolaborasi bersama banyak pihak, sebagaimana yang disampaikan oleh I Wayan Wilantara, Wakil Ketua KP3I Bali. 

“Dalam upaya memberikan pelayanan dan perlindungan kepada AKP,  KP3I berkolaborasi dengan pemerintah dan pelaku usaha dalam memberikan pelatihan dan pembekalan kepada calon AKP, melakukan kampanye dan edukasi kepada AKP terkait layanan informasi dan pelaporan serta peningkatan sumber daya manusia,” ucap Wilantara.

AKP di Bali saat ini telah menerima perhatian banyak pihak untuk bisa mendapatkan banyak pelatihan sebagai bentuk peningkatan kapasitas mereka, mulai dari pelatihan cara penangkapan ikan yang baik serta diklat Buku Pelaut. Dengan berbagai usaha yang telah dilakukan untuk meningkatkan kapasitas AKP sebagai bentuk pemenuhan standar pasar global, sayangnya praktik perekrutan AKP yang masih belum memiliki payung hukum turut menjadi polemik abadi hingga hari ini. Situasi ini disampaikan oleh Laode Hardiani, Senior Program Officer dari DFW Indonesia. 

“Selain masalah rekrutmen dan pengupahan yang tidak adil bagi pekerja perikanan, masalah yang kerap kami temukan adalah  masalah penahanan dokumen sebagai jaminan dalam bekerja. Adanya kekosongan hukum terkait pola rekrutmen bagi awak kapal perikanan, turut berkontribusi dalam praktik ini. Sehingga perlu adanya regulasi yang jelas untuk melindungi hak-hak awak kapal perikanan,” terang Hardiani.

Rumpangnya regulasi ini juga turut diakui oleh Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Bali yang diwakili oleh Meirita selaku Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan. Ia menyampaikan bahwa sebetulnya, pekerja di darat dan di laut tidak bisa disamakan regulasinya. Namun, untuk menetapkan regulasi terkait isu ini juga tidak bisa hanya mengandalkan peran Kementerian Ketenagakerjaan, karena peran AKP diregulasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.

“Kami mengakui ada perbedaan antara pekerja di laut dan di darat, namun disatu sisi regulasi yang mengatur hal ini belum ada kejelasan. Banyak regulasi kita yang belum tuntas. Namun  disatu sisi kami dari pengawasan selaku pemerintah di daerah harus tetap  menegakan aturan hukum walaupun terkadang aturan tersebut masih berbenturan dengan aturan lain,” terang Meirita.

Diperlukan upaya sinergi untuk dapat menjaga keseimbangan dan harmonisasi antara pekerja di laut dan darat, sehingga keduanya dapat bekerja sama secara efektif dan efisien di masa depan. Kesuksesan dan kelancaran bisnis pelaku usaha juga sangat bergantung pada kesejahteraan AKP. Oleh karenanya, kerjasama dan saling dukung merupakan titik utama untuk mewujudkan situasi pekerja perikanan yang lebih baik. 

Baca Juga: Sah! Forum Daerah Perlindungan Pekerja Perikanan dan Nelayan Provinsi Bali Telah Diresmikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Mari tetap terhubung dengan kami

Kamu Tertarik Dengan kagiatan Kami?

Dukung kami untuk bisa terus berdampak melalui merchandise berikut: