Bali, 2 Oktober 2025 — DFW Indonesia dengan dukungan dari Yayasan International Pole and Line Foundation (IPNLF) Indonesia melaksanakan Pelatihan Penyadartahuan kepada Awak Kapal Perikanan di Pelabuhan Perikanan Benoa, Bali. Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya kolektif untuk meningkatkan perlindungan Awak Kapal Perikanan yang diharapkan menjadi wadah penting untuk menyamakan pemahaman mengenai hak dan kewajiban pekerja di atas kapal, dan menjadi ruang dialog dan berbagi pengalaman antar awak kapal perikanan.
Imam Trihatmadja, Direktur Program DFW Indonesia, mengatakan bahwa kegiatan ini dilakukan melihat rendahnya kesadaran dan pengetahuan awak kapal perikanan tentang kondisi kerja diatas kapal, hak dan kewajiban serta keterampilan dan keahlian dasar yang harus dimiliki oleh awak kapal perikanan. “Pelatihan ini memberikan pengetahuan dasar dan pembekalan kepada awak kapal perikanan agar mereka memahami posisi strategis pekerja dalam rantai produksi perikanan tangkap” kata Imam.
Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman peserta mengenai hak-hak tenaga kerja, standar keselamatan kerja di kapal, serta mekanisme pelaporan pelanggaran. Materi pelatihan dirancang untuk menjawab tantangan nyata yang dihadapi AKP di lapangan. Peserta diberikan pemahaman mendalam mengenai pentingnya dokumen resmi, seperti Perjanjian Kerja Laut (PKL) dan buku pelaut. Selain itu, pelatihan juga menekankan pentingnya jaminan sosial dan perlindungan hukum bagi pekerja perikanan.
Kartono, Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan, menyampaikan bahwa kegiatan tersebut sangat membantu dalam pembinaan dan sosialisasi kepada awak kapal, serta mendorong tata kelola pengawakan kapal perikanan yang bertanggung jawab. Baginya, pekerja yang akan bekerja sebagai AKP harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam Peraturan Menteri No. 33 tahun 2021. Peraturan tersebut tidak hanya mengatur mengenai syarat untuk menjadi AKP namun juga syarat kelaikan kapal yang akan melaut. “AKP yang akan melaut, harus memiliki Buku Pelaut dan tersertifikasi Basic Safety Training (BST). Kapalnya juga harus memenuhi tiga persyaratan kelaikan kapal, yakni: kelaiklautan, kelaiktangkapan, dan kelaiksimpanan” kata Kartono.
AKP yang akan melaut juga harus didaftarkan jaminan sosial dan membaca serta menandatangani Perjanjian Kerja Laut (PKL). Pemenuhan adanya PKL serta syarat kelaikan melaut ini wajib dipenuhi oleh pekerja dan pemilik kapal. Fasilitator DFW Indonesia, Laode Hardiani, berpendapat sejauh ini ada empat titik krusial dalam permasalahan AKP yaitu rekrutmen pekerja perikanan, kondisi saat bekerja, sistem pengupahan yang tidak transparan, serta sertifikasi dan kompetensi.
“Untuk menjadi AKP, diharapkan rekan-rekan bisa memahami bentuk-bentuk risiko dan perlindungan kerja diatas kapal. Ini akan membantu rekan-rekan untuk bisa lebih waspada terhadap bahaya kerja, melindungi diri dari eksploitasi, mencegah terjadinya kerugian yang lebih besar, bahkan meningkatkan posisi tawar pekerja,” kata Diani.
Pemahaman terhadap risiko kerja ini juga diharapkan membantu mereka untuk bisa memanfaatkan mekanisme pengaduan, yang juga merupakan layanan yang dimiliki oleh NFC Indonesia.
Nilmawati dari Yayasan IPNLF Indonesia mengatakan bahwa profesi AKP adalah elemen penting dalam mendukung keberlanjutan industri perikanan di Indonesia, namun pekerjaan ini penuh risiko. Oleh karena itu, perlu upaya memperkuat perlindungan dan posisi tawar para pekerja perikanan agar lingkungan kerja menjadi lebih aman dan adil. “Dengan kesadaran yang besar, serta kemampuan yang mumpuni, nilai tawar para pekerja akan naik, sehingga pelatihan-pelatihan seperti ini menjadi penting untuk dapat meningkatkan nilai jual para AKP,” ujar Nilma.
Diskusi ini menjadi ruang aman bagi peserta untuk menyampaikan keluh kesah dan tantangan yang mereka hadapi. Beberapa peserta menceritakan pengalaman pahit saat direkrut oleh calo yang tidak bertanggung jawab. Ada pula yang berbagi kisah tentang kondisi kerja yang tidak manusiawi di atas kapal. Melalui diskusi ini, peserta saling menguatkan dan belajar dari pengalaman satu sama lain. “Pernah bang, saya dapat lowongan kerja dari Facebook, alhamdulillah aman-aman saja, tapi teman saya kena tipu sama calo, sama, lowongan dari Facebook juga,” terang Ani, salah satu peserta yang merupakan AKP.
Meningkatnya kesadaran dan pengetahuan awak kapal perikanan ditandai dengan keinginan mereka untuk memiliki dokumen resmi dan menghindari calo. Monitoring dilakukan untuk memastikan bahwa peserta benar-benar menerapkan pengetahuan yang diperoleh. DFW Indonesia juga mendorong peningkatan literasi digital agar ABK dapat lebih mudah dalam mengakses informasi, edukasi serta dan layanan pengaduan secara mandiri. Penggunaan platform seperti NFC Indonesia dapat menjadi salah satu solusi alternatif yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh pekerja perikanan.



