Kontribusi Sektor Perikanan Dalam Pertumbuhan Ekonomi dalam Era Pemerintahan Baru

Jakarta, 13 November 2024 – Dalam rangka 24 tahun DFW Indonesia hadir di publik, DFW Indonesia menyelenggarakan webinar dengan tajuk Charting Indonesia’s Marine & Fisheries Future in The New Leadership Era yang dilaksanakan pada 6 November 2024. Webinar ini dihadiri oleh ratusan peserta dari seluruh Indonesia via Zoom dan YouTube DFW Indonesia Official. Webinar ini terdiri atas 2 sesi diskusi untuk membahas isu perikanan dan kelautan terkini. Sesi diskusi pertama bertajuk Snapshots, Conditions and Efforts to Protect Workers in the Shrimp Cultivation Sector in Indonesia. 

Sesi diskusi pertama diisi oleh Ame Sagiv, Humanity United, Haris Muhtadi, Shrimp Club Indonesia, Indrasari Tjandraningsih,  AKATIGA dan Ismayanti, Advisor DFW Indonesia. Pada sesi ini, terungkap fakta bahwa kondisi kerja di laut tidak bisa disamakan dengan kondisi kerja di daratan. Ismayanti, Advisor DFW Indonesia menyampaikan bahwa kondisi kerja di bidang budidaya udang rata-rata mereka diupah tidak sesuai dengan risiko kerja yang mereka hadapi setiap harinya. “Contohnya dalam kegiatan budidaya udang, seringkali pekerja harus bangun lebih pagi untuk bisa mengontrol suhu udang yang lebih sensitif dibandingkan budidaya lainnya” kata Ismayanti. 

Hal tersebut sejalan dengan temuan riset AKATIGA. Indrasari Tjandraningsih, Peneliti AKATIGA mengatakan bahwa biaya upah pekerja perikanan di budidaya udang porsinya lebih sedikit dibandingkan porsi untuk pakan udang itu sendiri. “Pekerja di bidang budidaya udang masuk kategori sektor informal” kata Indrasari. Ini memunculkan situasi yang tidak menguntungkan pekerja karena harga yang dipatok untuk dijual ke konsumen seringkali lebih mahal dari seharusnya. 

“Di supermarket sendiri, udang dijual dengan harga mahal yang menimbulkan keuntungan berlipat bagi sisi pengusaha. Padahal kami melihat bagaimana banyak pekerja budidaya udang di sektor informal yang bekerja sangat keras dengan upah yang tidak sebanding dengan risiko kerja mereka sehari-hari.” ujar Ame Sagiv dari Humanity United. 

Meski begitu, sudah banyak usaha sertifikasi yang ditempuh oleh para pebisnis udang di Indonesia. Akan tetapi, sertifikasi ini menjadi tidak ada harganya karena realitanya di lapangan tetap tidak berubah. Terlebih, kebijakan anti-dumping yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat saat ini menyebabkan pegiat industri udang di Indonesia harus memutar otak kembali untuk mencari pasar baru bagi mereka. Ini turut disampaikan oleh Haris Muhtadi, Ketua Shrimp Club Indonesia. 

Buyer di market saat ini seringkali mau harga murah, barang cepat, sedangkan syaratnya semakin banyak. Ini menyebabkan industri udang di Indonesia sudah cukup frustasi, sehingga berusaha untuk beralih fokus untuk menargetkan penjualan ke konsumen lokal serta negara lain yang tidak membutuhkan sertifikasi sebanyak saat ini.” ujarnya.

Sesi diskusi kemudian dilanjutkan dengan sesi kedua bertajuk Daya Ungkit Sektor Kelautan dan Perikanan  dan  Target Pertumbuhan Ekonomi 8%. Sesi ini diisi oleh Dr. Andy Artha Donny Oktopura, Kepala Biro Perencanaan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Saut Hutagalung, Ketua Asosiasi Tuna Indonesia, Yudiandra, Advisor Energy Programme Indonesia-GIZ, Dr. Irwan Muliawan, Balai Besar Riset Sosial dan Ekonomi, dan Dr. Suhana, Pakar Perikanan dari Universitas Teknologi Muhammadiyah Jakarta.

Berdasarkan data BPS, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami peningkatan sebesar 4.95% di 2023. Meskipun potensi sumberdaya perairan Indonesia sangatlah besar namun kontribusi sektor kelautan dan perikanan pada PDB di tahun 2015-2023 hanya sebesar 2.5%-2.8%. Dalam diskusi turut terungkap bahwa kontribusi tersebut merupakan imbas dari turunnya nilai tukar nelayan akibat rendahnya upah mereka. Hal ini juga didukung adanya berbagai isu internasional terkait produk perikanan Indonesia yang menyebabkan rendahnya ekspor hasil sektor perikanan dan kelautan kita. 

Dr. Andy Artha Donny Oktopura, Kepala Biro Perencanaan Kementerian Kelautan dan Perikanan mengatakan bahwa pihaknya telah merancang enam faktor kunci untuk menunjang pertumbuhan ekonomi ke angka 8%. “Rencana dan upaya yang kami lakukan adalah mendorong produktivitas pangan akuatik untuk mendukung swasembada pangan, mendorong investasi di sektor kelautan dan perikanan, pengawasan sumber daya alam untuk menekan IUU Fishing, inovasi dan diversifikasi produk pasar, hilirisasi industri kelautan, serta meningkatkan ekspor perikanan pada komoditas bernilai ekonomi tinggi” kata Andy. 

Suhana, Pakar Perikanan dari Universitas Teknologi Muhammadiyah Jakarta, menyampaikan bahwa secara data, jumlah kontribusi ekspor untuk sektor kelautan dan perikanan cenderung lebih kecil dibandingkan kontribusi konsumsi dalam negeri. Hal ini memerlukan upaya peningkatan permintaan konsumen dalam negeri sebagai salah satu faktor yang bisa menunjang pertumbuhan ekonomi ini. “Tapi jika kita ingin meningkatkani ekspor dari sektor kelautan dan perikanan, ada beberapa hal yang bisa ditingkatkan dari apa yang sudah kita miliki saat ini” kata Suhana. 

Saut Hutagalung, Ketua Asosiasi Tuna Indonesia mengingatkan bahwa saat ini banyak tantangan yang harus diperhatikan pada upaya meningkatkan kontribusi sektor kelautan dan perikanan pada pertumbuhan ekonomi nasional. “Kita menginginkan pertumbuhan ekonomi perikanan yang berkualitas dan berkelanjutan” kata Saut. Oleh karena itu perlu perhatian dan investasi pemerintah untuk kegiatan riset, data ilmiah, pengawasan, serta standar jaminan mutu, dan penyediaan dukungan sarana dan prasarana perikanan di sentra utama penangkapan dan pendaratan ikan. “Hal yang tidak kalah pentingnya adalah pada sisi logistik dan distribusi dan meningkatkan upaya untuk reduksi tarif bea masuk dan penambahan approval number ke Uni Eropa dan pemenuhan persyaratan pasar ” ujar Saut.

Pada kesempatan yang sama, Yuliandra dari GIZ mengatakan bahwa dari sisi energi juga bisa berkontribusi dalam perbaikan rantai pasok sektor kelautan dan perikanan. “Penggunaan energi terbarukan mampu mempercepat pertumbuhan dan perbaikan sarana dan prasarana serta rantai pasar sektor perikanan dan kelautan Indonesia” kata Yuliandra. Kondisi ini bukan hanya akan berkontribusi dalam meningkatkan sektor ekonomi namun juga sektor ketahanan pangan kedepannya. 

Irwan Muliawan dari Balai Besar Riset Sosial dan Ekonomi turut menyampaikan bahwa untuk meningkatkan situasi ini juga diperlukan perbaikan serta pemberdayaan masyarakat di area pesisir khususnya nelayan sehingga mereka bisa memperluas akses serta kemampuan mereka dalam mengelola potensi ekonomi dan sosial. “Pertumbuhan ekonomi perikanan mesti didorong oleh peran aktif nelayan, pembudidaya dan pengolah agar pertumbuhan tersebut berkualitas dan bermanfaat bagi mereka” kata Irwan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Mari tetap terhubung dengan kami

Kamu Tertarik Dengan kagiatan Kami?

Dukung kami untuk bisa terus berdampak melalui merchandise berikut: