Langkah Maju Perlindungan Pekerja Perikanan di Bali

Benoa, 24 Januari 2025 – Benoa merupakan pelabuhan dan pusat distribusi ekspor hasil perikanan tangkap kedua terbesar di Indonesia setelah Muara Baru, Jakarta. Di Benoa, ada kurang lebih 2000 pekerja unit pengolahan ikan dan 13.000 – 15.000 awak kapal perikanan yang bekerja di berbagai perusahaan penangkapan dan Unit Pengolahan ikan. Berdasarkan hasil studi DFW Indonesia tahun 2023 tentang kondisi Pekerja Perikanan di Pelabuhan Benoa, ditemukan adanya kesenjangan antara tata kelola pekerja perikanan yang tertuang dalam peraturan dan pelaksanaan di lapangan.

DFW Indonesia bersama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Bali telah melaksanakan pertemuan “Inisiasi Pembentukan Forum Daerah Perlindungan Pekerja Perikanan dan Nelayan di Provinsi Bali”. Kegiatan ini dilaksanakan di Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali dan dihadiri oleh perwakilan lembaga/instansi pemerintah pusat, daerah, pelaku usaha, NGO, serikat pekerja dan media. 

Diskusi ini dibuka oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, I Putu Sumardiana. Dalam paparannya, Putu menyampaikan pentingnya regulasi dan program perlindungan terhadap pekerja perikanan khususnya Awak Kapal Perikanan (AKP) di Provinsi Bali. “Pekerja perikanan sering mengalami diskriminasi sehingga perlu untuk menetapkan forum daerah untuk perlindungan pekerja perikanan dan nelayan di Provinsi Bali.” kata Putu.

Oleh karena itu pihaknya melihat pentingnya pembentukan forum daerah ini sebagai langkah awal perwujudan perlindungan untuk pekerja perikanan khususnya di wilayah Bali. “Kelembagaan ini sedang berproses dan akan segera terbentuk setelah pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali terpilih pada bulan Februari 2025 nanti.” kata Putu. 

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) Nyoman Sudarta mengatakan bahwa inisiatif forum ini sangat strategis sebagai forum multi stakeholder perikanan provinsi Bali.

“Pengusaha yang sudah mengusahakan agar Awak Kapal Perikanan memiliki BPJS Ketenagakerjaan dan sampai saat ini sudah 90% Awak Kapal Perikanan yang memiliki BPJS Ketenagakerjaan. Seringkali, para ABK Perikanan tidak memiliki KTP yang valid, sehingga para pengusaha mendaftarkan mereka ke asuransi swasta” kata Nyoman.

Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan mengapresiasi dan mendukung inisiatif ini sebab sejalan dengan advokasi yang dilakukan oleh DFW kepada pemerintah untuk meningkatkan standar perlindungan awak kapal perikanan. “Perlindungan dan pengawasan awak kapal perikanan merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah sehingga inisiatif ini menjadi relevan untuk memastikan perlindungan yang holistik bagi pekerja perikanan di Bali” kata Abdi.

Pada tanggal 13 Desember 2024, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menandatangani Perjanjian Kerja Sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan terkait sinergi tata kelola bidang perikanan tangkap dan peningkatan perlindungan keselamatan dan keamanan kerja untuk pekerja perikanan.

“Perjanjian Kerjasama tersebut diharapkan dapat memperkuat perlindungan pekerja perikanan guna memastikan kesejahteraan dan kepastian hukum sehingga dapat menekan pelanggaran ketenagakerjaan.” kata Abdi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Mari tetap terhubung dengan kami

Kamu Tertarik Dengan kagiatan Kami?

Dukung kami untuk bisa terus berdampak melalui merchandise berikut: