DFW Indonesia Resmikan National Fishers Center di Bitung, Perkuat Perlindungan Nelayan dan Pekerja Perikanan

Bitung, 19 Mei 2025 – Sulawesi Utara merupakan salah satu provinsi penghasil tuna terbesar di Indonesia. Kota Bitung sebagai pusat industri perikanan di provinsi Sulawesi Utara, memiliki peran strategis dalam rantai pasok tuna nasional dan internasional. Meski begitu, sektor perikanan tuna di Sulawesi Utara menghadapi berbagai tantangan, termasuk implementasi kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) yang mengatur zonasi dan kuota tangkapan ikan serta perlindungan terhadap pekerja perikanan. 

Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia meresmikan National Fishers Center (NFC) Indonesia di Bitung, Sulawesi Utara. Peresmian ini merupakan wujud nyata komitmen DFW Indonesia dalam meningkatkan pengetahuan dan perlindungan pekerja perikanan di Indonesia, melalui kolaborasi strategis dengan berbagai pihak. Acara peresmian NFC ini turut dihadiri oleh perwakilan dari berbagai pemangku kepentingan diantaranya Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung, Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Utara, Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Sulawesi Utara, Asosiasi Purse Seine Indonesia (APSI) , BPJS Ketenagakerjaan, HNSI Sulawesi Utara, serta Serikat Awak Kapal Perikanan Sulawesi Utara (SAKTI – SULUT). 

NFC Indonesia merupakan wadah bagi para pekerja perikanan untuk memperoleh informasi, edukasi, dan pengaduan permasalahan AKP. Permasalahan tersebut terkait dengan kerentanan AKP yang tidak jarang berhubungan dengan indikasi kerja paksa dan praktik perdagangan manusia, baik di dalam maupun luar negeri. Sementara, NFC Indonesia di Bitung akan memiliki empat layanan, antara lain: Informasi dan Edukasi, Pengaduan Kasus, Pengembangan Kapasitas, serta Rujukan dan Pendampingan Hukum. 

“Dalam lima tahun terakhir, paling tidak ada 84 kasus yang tercatat di area Bitung oleh NFC. Layanan National Fishers Center Indonesia hadir di Bitung sebagai bagian dari komitmen DFW Indonesia untuk mendukung sektor perikanan yang berkelanjutan,” kata Imam Trihatmadja, Direktur Program DFW Indonesia, saat memberikan sambutan di Kantor Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung. 

Rangkaian kegiatan penting turut mewarnai peresmian ini, termasuk penandatanganan sejumlah nota kesepahaman (MoU) dengan PPS Bitung dan APSI serta perjanjian kerja sama dengan SAKTI – SULUT.  Penandatangan kerjasama tersebut diharapkan dapat memperkuat sinergi antar lembaga dalam mencapai tujuan untuk memperkuat perlindungan nelayan dan pekerja perikanan di Kota Bitung.

Selain itu, dalam peresmian ini juga dilaksanakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan tajuk Prospek Pengelolaan Tuna Berkelanjutan di Sulawesi Utara. Diskusi tersebut dilaksanakan dengan tujuan untuk mengidentifikasikan tantangan dan peluang dalam pengelolaan tuna berkelanjutan di Sulawesi Utara serta merumuskan rekomendasi kebijakan yang inklusif dan berkelanjutan. 

Kegiatan diskusi ini diisi oleh Dr. Syahril Abd. Raub, S.T.,M.Si, Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Ruth Goni, S.Pi, Jabatan Fungsional Tertentu (JFT) Ahli Muda Pengelola Produksi Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Provinsi  Sulawesi Utara, Nilmawati, Yayasan IPNLF Indonesia, dan Andre S. Mansur, BPJS Ketenagakerjaan Kota Bitung. Makassau, A.Pi., M.Si, selaku Kepala PPS Bitung, menyampaikan bahwa dengan berjalannya kegiatan ini menandakan adanya kepercayaan untuk menjadikan Bitung sebagai pusat tuna di Indonesia. PPS Bitung sendiri berkomitmen untuk mewujudkan pengelolaan tuna dengan empat komitmen yakni: stop IUUF, stop human trafficking, stop slavery at sea, dan stop forced labour. Meski begitu, untuk mewujudkan pengelolaan tuna yang berkelanjutan, Indonesia juga turut berkomitmen dalam melakukan penerapan PIT di berbagai wilayah pengelolaan perikanan (WPP) di seluruh Indonesia.

Skema penerapan PIT saat ini, disampaikan oleh Syahril, diharapkan bisa dibahas lebih detail sesuai dengan kondisi masing-masing WPP. Di WPP 713, 714, 715 sendiri, telah ada strategi Harvest Strategy yang diterapkan, meski begitu pelaksanaannya masih harus dioptimalkan.

“Kuota penangkapan ikan tuna sendiri telah ditetapkan oleh Regional Fisheries Management Organizations (RFMO). Indonesia sendiri saat ini berada diposisi kelebihan jumlah tangkapan sehingga perlu dikurangi jumlahnya. Ini yang kemudian akan kami usahakan untuk bisa meningkatkan kredibilitas Indonesia untuk bisa bekerjasama di mata dunia,”ujar Syahril. 

Selain menerapkan kebijakan PIT, memperhatikan kondisi kesejahteraan nelayan juga penting sebagai salah satu komitmen mewujudkan pengelolaan tuna yang berkelanjutan. Nilmawati sendiri dalam paparannya menyampaikan pentingnya grievance mechanism dalam pengelolaan tuna sebagai salah satu sarana dalam memastikan kesejahteraan pekerja nelayan. 

“Penerapan grievance mechanism ini penting untuk diperluas adopsinya karena tidak ada perikanan yang berkelanjutan jika tidak ada nelayan yang paham bahwa hak mereka perlu untuk ditegakkan sama seperti pekerja lainnya,” ujar Nilam. 

Selain itu, salah satu aspek kesejahteraan yang bisa dipenuhi adalah adanya pemenuhan jaminan sosial bagi nelayan ketika bekerja. Andre menambahkan bahwa dalam situasi ini, PPS Bitung bisa bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dalam memastikan terpenuhinya hak-hak pekerja perikanan khususnya dalam pemenuhan jaminan sosial mereka. 

Ruth sendiri menjelaskan bahwa Pemerintah Bitung berkomitmen akan terus memperkuat ekosistem usaha perikanan di Kota Bitung. Hal ini tercermin dalam program unggulan Kota Bitung, dimana 11 dari 16 program merupakan program yang dapat menunjang sektor perikanan. Komitmen tersebut dilakukan agar sektor kelautan dan perikanan Indonesia menjadi pilar utama pembangunan nasional berbasis sumber daya kelautan dan perikanan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Mari tetap terhubung dengan kami

Kamu Tertarik Dengan kagiatan Kami?

Dukung kami untuk bisa terus berdampak melalui merchandise berikut: