Tindak pidana perdagangan orang

Berantas Tindak pidana Perdagangan Orang di Sektor Perikanan

Penegak Hukum diminta tegas berantas tindak pidana perdagangan orang di sektor perikanan.

Pemerintah Indonesia berkomiten untuk memberantas kejahatan perdagangan orang dan kerja paksa pada industri perikanan. UU Nomor 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang merupakan pijakan hukum yang sangat fundamental dalam upaya memberantas tindak pidana perdagangan orang di Indonesia. Semestinya, aparat penegak hukum tidak ragu melakukan pengusutan, mengungkap kasus dan memberikan hukuman maksimal kepada siapa saja yang terlibat dalam praktik perdagangan orang dan kerja paksa pada sektor perikanan tangkap terutama yan memakan korban para ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan luar negeri maupun dalam negeri. Demikian benang merah diskusi daring dengan tema “Mengungkap Kejahatan Perdagangan Orang dan Kerja Paksa pada Industri Perikanan”. Diskusi dilaksanakan pada hari rabu, 10/6/2020 di Jakarta oleh SAFE Seas Project yang merupakan program kerjasama antara DFW Indonesia dan Yayasan Plan Internasional Indonesia.

Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Bantuan Hukum, Kementerian Luar Negeri, Yudha Nugraha mengatakan bahwa kejadian yang menimpa awak kapal perikanan yang muncul akhir-akhir ini merupakan puncak gunung es dari carut marut dan upaya pembenahan menyeluruh yang akan dilakukan oleh pemerintah Indonesia. “Kita jangan reaktif melihat kasus ini karena hanya bagian dari puncak gunung es” kata Yudha. Dia menyampaikan langkah strategis pemerintah Indenesia dalam upaya memerangi kerja paksa dan perdagangan orang pada sektor perikanan antara lain melalui perbaikan tata kelola, perbaikan Perjanjian Kerja Laut, perbaikan kompetensi dan upaya penegakan hukum. “Khususnya pada penegakan hukum, kami mendorong pemberatan hukuman mesti diberikan kepada pelaku perdagangan orang” kata Judha.

Pemerintah bisa memperkuat kerjasama internasional

Sementara itu, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan mengatakan bahwa dalam kurun waktu 8 bulan ini terjadi 7 insiden dan kasus yang menimpa awak kapal Indonesia yang bekerja di kapal ikan bendera China. “Dalam periode November 2019-10 Juni 2020 kami mencatat 73 orang awak kapal Indonesia yang menjadi korban kekerasan ketika bekerja di kapal China dengan rincian 7 orang meninggal, 3 orang hilang dan 63 orang selamat” kata Abdi. Pihaknya meminta pemerintah Indonesia memperkuat kerjasama internasional bidang tenaga kerja khususnya bagi awak kapal perikanan yang bekerja di kapal ikan luar negeri agar dapat lebih terlindungi.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Pergerakan Pelaut Indonesia Sulawesi Utara, Anwar Dalewa mendesak aparat kepolisian untuk segera menyelesaikan kasus kerja paksa dan perdagangan orang yang dialami awak kapal perikanan Indonesia secara tuntas dan transparan. “Kebanyakan aduan TPPO tidak direspon pihak berwajib dan jarang sampai ke meja hijau” kata Anwar. Selanjutnya Anwar meminta aparat penegak hukum Indonesia perlu mempermudah akses pelaporan dan pengaduan kasus awak kapal perikanan. “Mereka bekerja dalam tekanan, sehingga format pengaduan mesti fleksibel” pintah Anwar.

Among Pundi Resi dari IOM Indonesia mengatakan tantangan pengungkapan TPPO perikanan tangkap sangat kompleks sebab berkaitan dengan aktivitas kapal tangkap yang sulit dideteksi, koordinasi antar negara yang terlibat, pemahaman isu perdagangan orang dan isu kewilayahan serta tanggung jawab wilayah. “Yang paling urgen adalah pentingnya keterpaduan pendekatan kejahatan perikanan dan TPPO” tutup Among.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Mari tetap terhubung dengan kami