Jakarta, 18 September 2024 – Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pijar Harapan Rakyat, bersama keluarga Awak Kapal Perikanan (AKP) telah mengajukan laporan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang yang dialami oleh AKP di KM Sumber Rizqi – A. Laporan ini merupakan tindak lanjut dari pengaduan masyarakat (dumas) di Bareskrim Polri yang sebelumnya mencatat hilangnya empat AKP yang melompat dari KM Sumber Rizqi-A.
Empat orang AKP yang dilaporkan hilang adalah DS, MS, IL, dan AH, yang direkrut untuk bekerja di kapal perikanan sejak 9 Juni 2024. Mereka awalnya dijanjikan gaji Rp 3.500.000 per bulan dan kasbon Rp 6.000.000 dengan fasilitas makan dan rokok yang dijanjikan oleh calo. Namun, setibanya di rumah penampungan di Brebes, mereka tidak diberitahukan tentang perubahan dalam gaji dan syarat kerja yang tidak sesuai sebagaimana dengan perjanjian di awal. Para AKP juga dipastikan tidak menandatangani Perjanjian Kerja Laut (PKL), sebelum mereka berangkat ke kapal di Banyuwangi.
Setibanya di KM Sumber Rizqi-A, ternyata para AKP tidak mendapatkan upah tetap melainkan sistem bagi hasil. Setelah bekerja selama dua bulan, para AKP terpaksa melompat dari kapal di area Laut Alas Purwo, Banyuwangi, yang berjarak sekitar 90 km dari daratan karena diduga kondisi kerja yang tidak sesuai sebagaimana yang dijanjikan di awal. Hingga saat ini, keberadaan keempat AKP tersebut belum diketahui.
DFW Indonesia, SBMI, dan LBH Pijar Harapan Rakyat, telah mengajukan pengaduan agar Komnas HAM segera melakukan investigasi mendalam terkait dugaan TPPO yang terjadi di KM Sumber Rizqi-A. Kasus ini tidak hanya mengindikasikan adanya pelanggaran hak asasi manusia yang serius, tetapi juga menunjukkan kegagalan pemerintah dalam menjamin dan melindungi hak-hak AKP selama proses bekerja di atas kapal perikanan.
Menurut pengakuan salah satu keluarga korban, suaminya mengeluhkan kondisi kerja yang tidak sesuai dengan perjanjian dan berharap bisa segera pulang. Keterangan ini menunjukkan kerentanan dan ketidakadilan yang mendalam, termasuk ketidakmampuan untuk mendapatkan gaji dan informasi menyesatkan tentang situasi yang sebenarnya, termasuk dugaan bahwa suaminya telah melompat dari kapal setelah adanya permintaan tebusan.
Wildanu Syahril Guntur, Pengacara Publik dari DFW Indonesia, menilai bahwa kasus ini adalah indikator dari masalah sistemik yang lebih luas dalam proses perekrutan dan penempatan AKP yang seringkali tidak transparan sehingga diperlukannya reformasi tata kelola hukum untuk mencegah kasus-kasus serupa di masa mendatang.
“Kami berharap Komnas HAM dalam menjalankan fungsi dan tujuannya untuk melakukan penyelidikan, pemeriksaan dan pemantauan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Besar harapan kami Komnas HAM dapat segera memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan dewan perwakilan rakyat untuk perubahan tata kelola hukum terkait perekrutan dan penempatan AKP. Selanjutnya, Komnas HAM dapat segera memberikan rekomendasi kepada kepolisian agar menindaklanjuti proses hukum sehubungan dengan pengaduan ini.” ujar Guntur.
Juwarih, Sekretaris Jenderal SBMI, menambahkan bahwa, “Dengan adanya pengaduan ini, kami berharap Komnas HAM memberikan perlindungan dan dukungan maksimal kepada keluarga para AKP yang hilang. Kami juga meminta agar kasus ini bisa mendapat perhatian mendalam dari lembaga negara, khususnya Komnas HAM karena ini adalah kasus yang melibatkan 4 nyawa manusia yang sampai sekarang keluarga masih terus berdoa agar bisa ditemukan.” terangnya.
Rizal Hakiki, Pengacara Publik dari LBH Pijar Harapan Rakyat, menggarisbawahi bahwa kasus ini mencerminkan masalah TPPO yang sering terjadi di Kota Serang, Banten, terutama akibat kemiskinan ekstrem yang memaksa masyarakat mencari pekerjaan dengan risiko tinggi di sektor perikanan.
“Kami berharap pengaduan ini dapat memantik lembaga terkait untuk mengusut kasus ini sampai tuntas karena hal ini menyangkut banyak nasib yang sedang keluarga korban perjuangkan.”
Komnas HAM sendiri telah menerima pengaduan ini dan akan menindaklanjuti laporan hari ini dengan mekanisme pemantauan.
“Kami dari Komnas HAM akan menindaklanjuti laporan dari SBMI, DFW dan rekan-rekan korban terkait dugaan TPPO dan kondisi kerja yang tidak layak diatas kapal ikan. Kami akan melihat juga bagaimana situasi, unsur-unsur, dugaan-dugaan kuat terkait unsur TPPO nya sehingga Komnas HAM bisa menyusun suatu rekomendasi untuk aparat penegak hukum atau pihak-pihak terkait.” ujar Anis Hidayah, Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM dari Komnas HAM.
Dari pengaduan ini, keluarga korban berharap Komnas HAM melakukan pemeriksaan atas pengaduan kami sehubungan dengan dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan dugaan tindak pidana perdagangan orang yang terjadi di atas KM Sumber Rizqi – A. Para keluarga korban sangat berharap pencarian suaminya dapat dilanjutkan, menginginkan kepastian apakah suaminya masih hidup atau tidak.