Refleksi Perlindungan Pekerja Perikanan di Sulawesi Utara

Manado, 9 Desember 2024 – Momentum pemerintahan daerah baru di Sulawesi Utara kali ini digunakan sebagai salah satu sarana untuk melakukan evaluasi dan peningkatan kinerja bersama, khususnya di sektor pekerja perikanan. DFW Indonesia bekerjasama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Manado dan Serikat Awak Kapal Bersatu (SAKTI) Sulut menyelenggarakan Dialog Laut dengan topik Memperkuat Perlindungan Pekerja Perikanan di Sulawesi Utara di The Tang Cafe, Manado. Kegiatan ini merupakan bagian dari rencana kerja Forum Daerah Perlindungan Pekerja Perikanan dan Nelayan Provinsi Sulawesi Utara (Forda P3N) khususnya Kelompok Kerja Edukasi dan Kampanye. Dialog ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memahami kondisi terkini pekerja perikanan di Sulawesi Utara, termasuk tantangan dan peluang untuk perlindungan mereka serta menguatkan sinergi antara pemerintah, media, serikat pekerja, dan organisasi masyarakat. Dialog ini dilaksanakan dengan mengundang banyak pihak mulai dari pihak pemerintah hingga swasta. 

Kegiatan ini dibuka dengan sambutan dari Audi Dien, S.Pi, M.Si, Kepala Bidang Pemanfaatan Ruang Laut dan Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Beliau menyampaikan terkait masalah perlindungan ketenagakerjaan anak buah kapal atau ABK, khususnya di wilayah Sulawesi Utara. 

“Melalui sambutan ini, saya sampaikan bahwa perlu adanya sinergitas antara stakeholder untuk memperhatikan ABK Warga Negara Indonesia berdasarkan Undang-undang yang berlaku. Saya juga berharap bahwa peserta dapat memberikan kontribusi untuk pemberdayaan Masyarakat dan ABK, khususnya di wilayah Sulawesi Utara.” ujarnya. 

Dilansir oleh Cindy Mudeng, Field Officer DFW Indonesia, tim National Fishers Center (NFC) Indonesia telah menerima 19 aduan dengan 31 korban dari area Sulawesi Utara. Rata-rata aduan tersebut mengeluhkan terkait gaji yang tidak dibayarkan dan tidak adanya asuransi sosial bagi mereka. Padahal, ada paling tidak 7 risiko yang mungkin untuk dialami oleh ABK Perikanan. 

“Pekerjaan menjadi ABK Perikanan memang merupakan pekerjaan yang kotor, sulit, dan berbahaya. Paling tidak ada tujuh risiko yang mungkin mereka alami, antara lain: kecelakaan karena kegagalan sistem di kapal, terpapar cuaca ekstrim dan bahan kimia, terjebak di dalam kapal, kecelakaan saat menggunakan alat tangkap, risiko mengalami kerja paksa dan TPPO, serta kematian dan cacat permanen.”

Temuan lain juga turut disampaikan oleh Arnon Hiborang, Ketua SAKTI Sulut. Selama SAKTI Sulut berdiri, selain gaji dan asuransi sosial, mereka juga turut menemukan kasus kematian karena penyakit asam lambung. 

“Terombang ambing di laut dalam jangka waktu yang sering kali jadi tidak pasti menyebabkan ABK kehabisan bahan makanan yang sudah mereka siapkan sebelumnya. Ini berdampak pada munculnya penyakit asam lambung yang bisa menyebabkan kematian karena asam lambung yang naik ke tenggorokan atau mulut dan terhirup ke dalam paru-paru.”

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Daerah Provinsi Sulawesi Utara sendiri turut menyampaikan bahwa sejak 2019 Sulawesi Utara telah memiliki SK Gubernur untuk pembentukan Forum Daerah Perlindungan Pekerja Perikanan dan Nelayan di Sulawesi Utara. Forum ini terdiri dari lintas pemangku kepentingan yang di dalamnya terdiri atas perwakilan dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perhubungan, Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung, Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Kementerian Hukum dan HAM, Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah, perwakilan pengusahan, serta perwakilan masyarakat sipil.  

“Semenjak berdirinya forum di 2019, kami rutin melakukan inspeksi bersama ketenagakerjaan di atas kapal perikanan di PPS Bitung. Saat ini, kami juga telah memiliki panduan inspeksi khusus yang memang dirancang untuk melihat kondisi kapal perikanan yang ada di Indonesia.”

AJI Manado sendiri memaparkan bahwa sebagai media, mereka bisa berperan dalam melakukan kampanye dan mengawal kasus-kasus di isu perikanan dan kelautan. 

“Sebagai media, kami dilindungi oleh kode etik jurnalistik, sehingga bisa membantu dalam mengawal serta mengkampanyekan isu perikanan ini khususnya di media massa.” ujar Fransiskus M. Talokon, Ketua AJI Manado.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Mari tetap terhubung dengan kami

Kamu Tertarik Dengan kagiatan Kami?

Dukung kami untuk bisa terus berdampak melalui merchandise berikut: